Kasus Abrams Company
a).Profil Abrams company
Abrams company adalah
perusahaan manufaktur yang memproduksi berbagai jenis suku cadang yang
digunakan untuk mobil, truk, bus dan mesin pertanian. Perusahaan tersebut
memiliki tiga kelompok besar yaitu : suku cadang pengapian, suku cadang
transmisi, dan suku cadang mesin. Suku cadang produksi Abrams dijual baik pada
agen tunggal (OEM = original equipment manufacture) dan distributor
menjual ke pengecer dan dijual lagi sebagai suku cadang penganti kepada konsumen.
Distributor ini disebut divisi aftermarket ( AM devisi ).
Adapun masalah-masalah yang
timbul dari Abrams company :
a. Adanya
perselisihan mengenai harga transfer dari suku cadang yang dijual
oleh divisi produk kepada divisi AM.
b. Manajemen
puncak merasa bahwa divisi produk sering kali cenderung
memberlakukan divisi AM sebagai konsumen yang tidak bebas hal ini menyebabkan
terjadinya adanya ketidakadilan.
c. Manajemen
puncak merasa bahwa divisi AM dan ketiga divisi produk menyimpan persediaan
yang berlebihan. Hal ini menunjukkann adanya ketidasesuaian tujuan.
d. Adanya
perbedaan pendapat antara pihak manajemen tingkat atas dengan manajer mengenai
pembelian aktiva tetap setiap periode yang menyebabkan laba setiap
periode kecil.
Struktur organisasi
Abrams memiliki 4 devisi yaitu devisi pemasaran AM, divisi suku cadang
pengapian , divisi suku cadang transmisi, dan divisi suku cadang mesin. Setiap
kelompok suku cadang memiliki devisi produk. Setiap devisi di pimpin oleh wakil
presiden dan maneger umum yang diharapkan mencapai target ROI tertentu.
Masing-masing devisi produk memiliki departemen penjualan OEM. Sisa
produk yang dihasilkan oleh devisi produk di jual kedevisi pemasaran AM
(aftermarket). Mereka juga bertanggungjawab atas kegiatan memasarkan seluruh
lini produk suku cadang kepada pedang besar AM. Divisi pemasaran AM bertanggung
jawab atas penjualan dalam negeri dan luar negeri sedangkan tiga devisi lainnya
bertanggung jawab kepada agen tunggal pemegang merk atau OEM dan pabrik.
1. Analisis ROI (Return On Investment)
Salah satu bentuk dari rasio proitabilitas yang
digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dengan investasi yang diharapkan
dapat menghasilkan keuntungan.
Target ROI = x 100 %
Dalam kasus ini
manajemen tingkat atas menambahkan unsur biaya overhead dan pajak yang
dialokasikan dalam menentukan laba adalah untuk mendapatkan unsur laba pabrik
yang akan di perhitungkan untuk laporan keuangan eksternal kepada pemegang
saham. Selain itu pandangan manajemen bahwa jumlah aktiva bersih digunakan
dalam pengukuran ROI karna penambahan investasi pada periode tersebut dapat
menghasilkan laba yang kecil ( namun akan menambah laba dimasa yang akan datang
). Namun manajemen tingkat atas berpendapat bahwa investasi semacam itu tidak
dapat dilakukan jika para manajer memberikan tindakan pinalti ( aktiva bersih > ROI )pada tahun pertama investasi.
2. Strategi Pemasaran
Abrams company memiliki dua strategi dalam pemasaran yaitu :
a. Divisi
Produk ( OEM )
b. Divisi
AM ( Aftermarket )
Menurut manajemen
tingkat atas kedua divisi ini tidak dapat digabung karena konsumen dari divisi
produk berbeda dengan konsumen divisi AM, bahkan ketiga divisi produk tidak
dikonsolidasikan karena para agen penjual OEM dari setiap divisi cenderung
bekerja dengan orang-orang yang berbeda yaitu (pengapian, transmisi dan mesin
). Selain itu, usaha dari departemen OEM untuk mencapai target pendapatan
penjualan tahunan adalah dengan mempertimbangkan pengendalian biaya dan
meminimalkan persediaan suku cadang digudang karena pasar sangat
kompetitif dalam hal harga sedangkan usaha dari divisi AM untuk mencapai target
penjualan tahunan adalah dengan mementingkan ketersediaan suku cadang
dibandingkan kualitas dan harga.
3. Rencana Kompensasi Insentif
Abrams company membuat
rencana bonus insentif. Bonus standar yang diberikan terkait dengan laba per
saham dari perusahaan, selain itu bonus juga diberikan berupa poin untuk
peserta yang didapat berdasarkan tingkat hierarki (semakin tinggi kedudukan,
maka semakin banyak poin yang diterima). Selain itu, penghargaan standar
diberikan dengan menyesuaikan suatu formula yang berkaitan dengan persentasi
penghargaan standar atas varians laba ( laba actual versus anggaran ) pabrik.
Ada hal-hal yang
menjadi pemikiran dari manajemen tingkat atas yaitu :
· Selalu ada peselisihan mengenai harga
transfer dari suku cadang yang dijual oleh divisi produk kepada divisi AM.
Harga pasar OEM akan dijadikan harga transfer untuk suku cadang yang sama ke
divisi AM. Permasalahan muncul ketika suku cadang yang dijual ke divisi AM
belum pernah dijual divisi produk ke OEM sehingga tidak ada harga pasar OEM.
Biasanya, permaslahan harga transfer dipecahkan dengan melibat dua divisi,
tetapi kadang-kadang wakil presidenkeuangan diminta untuk menengahi
perselisihan tersebut.
· Manajemen atas merasa bahwa divisi
produk sering memperlakukan divisi AM sebagai konsumen yang tidak bebas. Pabrik
sering mendahulukan OEM dari pada divisi AM. Manajemen atas tidak ingin divisi
AM menjual produk pesaing karena akan menyebabkan citra tidak baik bagi
perusahaan. Divisi AM diharapkan dapat menyakinkan manajer pabrik yang tepat
untuk mengerjakan produksi suku cadangyang dibutuhkan.
· Manajemen tingkat atas merasa adanya
persediaan yang berlebihan sepanjang tahundi setiap divisi.
· Agar tidak terjadi perbedaan pendapat
antara manajemen tingkat atas manajemen sebaiknya, menyatukan visi dan misi
perusahaan.
Pembahasan Kasus Abrams Company
1. Evaluasi setiap pertimbangan yang dilakukan top manager
Pertama, adanya
perselisihan mengenai harga transfer suku cadang yang dijual oleh divisi produk
kepada divisi AM. Hal ini dapat menyebabkan pusat pertanggungjawaban laba
menjadi lemah. Seharusnya perselisihan ini dipecahkan dengan melibatkan divisi
produk dan divisi AM. Akan tetapi, wakil presiden keuangan yang diminta untuk
menengahi perselisihan tersebut.
Kami merekomendasikan pertama, membentuk unsur divisionalisasi (penggabungan
divisi produksi dengan pemasaran) yang disebut pusat laba dalam perusahaan ini.
supaya, terjadi singkronisasi agar dapan mencapai tujuan
perusahaan. Kedua, dengan menghitung Harga transfer dapat ditetapkan pada
biaya variabel (jika ada kelebihan kapasitas) dan biaya penuh. Selain itu
ditambah dengan profit yang diinginkan. Untuk harga transfer cost-based, harga
transfer dihitung dari biaya standar ditambah profit yang diinginkan.
Kedua, manajemen puncak
merasa bahwa divisi produk seringkali cenderung memberlakukan divisi AM sebagai
konsumen yang tidak bebas. Hal ini, terlihat bahwa pabrik tersebut sering kali
lebih memilih untuk memenuhi permintaan konsumen OEM karena konsumen OEM akan
memindahkan bisnisnya ke tempat lain, sementara divisi AM tidak dapat membeli
dari tempat lain. Hal ini terjadi karena pengaturan unit bisnis
sebagai profit center dimana otoritas pembuatan keputusan bergeser
dari manajemen atas ke level lebih rendah sehingga divisi produk dapat tidak
menjual ke divisi AM. Divisi-divisi dari Abrams kehilangan kesamaan
tujuan yaitu tujuan perusahaan secara keseluruhan. Divisi produk bisa saja
mengoptimalkan profit divisinya dengan mengorbankan profit perusahaan secara
keseluruhan. Selain itu, program kompensasi perusahaan juga tidak mendorong
terjadinya penjualan internal. Manajer pabrik hanya diberi bonus atas penjualan
di luar perusahaan dan tidak ada bonus dan penalti atas kekurangan untuk
penjualan internal. Hal ini menyebabkan kecenderungan divisi produk mendahului
OEM daripada divisi AM.
Dalam kasus Abrams
Company diatas perlu adanya perubahan yang dilakukan dalam organisasi :
a. Perlunya
perubahan rencana kompensasi yang sudah ada dimana manajer pabrik juga
mendapatkan bonus atas penjualan internal sehingga mendorong manajer untuk
menjual ke divisi AM.
b. Perlunya
adanya perjanjian atau penetapan penjualan internal yang dianggarkan oleh
divisi dan manajemen atas. Kekurangan atau keengganan divisi produk menjual ke
divisi AM dapat diberikan penalti. Hal ini disebabkan pihak manajemen atas yang
tidak mau divisi AM membeli dari luar karena akan merusak citra perusahaan.
c. Ketiga,
manajemen puncak merasa bahwa divisi AM dan ketiga divisi produk menyimpan
persediaan yang berlebihan. Hal ini terjadi dikarenakan kekuatiran oleh wakil
presiden perencanaan volume produksi rendah karena pegawai yang liburan natal.
Selain itu, penilaian
kinerja yang hanya menggunakan ROI sebagai ukuran juga tidak tepat. Selain itu juga
investasi atau aset hanya diukur pada saat awal tahun sehingga kelebihan
persediaan sepanjang tahun tidak dipermasalahkan atau diperhatikan oleh manajer
pabrik karena di akhir tahun, persediaan barang juga akan berkurang karena
adalah kebijakan liburan Natal. Rekomendasi kami, Jika manajemen tetap
menggunakan investasi di awal tahun maka untuk mengatasi kelebihan persediaan
dapat dilakukan dengan menambah ukuran evaluasi kinerja.
2. Evaluasi secara keseluruhan mengenai sistem pengendalian abrams company.
Sistem pengendalian
abrams company memerlukan revisi atau perubahan untuk menuju kearah yang lebih
baik agar tujuan secara keseluruhan perusahaan dapat tercapai.
Adapun kelemahan dan
kekuatan sistem pengendalian abrams company yaitu :
-
Pengoorganisasian unit bisnis sebagai
profit center dilakukan secara desentralisasi sehingga mudah
menyebabkan terjadinya perselisihan serta persaingan tidak sehat.
-
Strategi pemasaran dalam hal profit
center tidak sinkron. Hal ini dikarenakan tidak adanya divisionalisasi (
penggabungan antara divisi produk dengan divisi AM ).
Perubahan yang dapat
dilakukan manajemen Abrams Company :
Manajemen atas
perusahaan Abrams perlu membatasi hal-hal yang memerlukan pertimbangan
strategis, keseragaman (misalnya metode akuntansi) dan sebagainya. Setiap
divisi memiliki cara atau strategi masing-masing yang berisi kegiatan produksi
dan pemasaran yang diperbolehkan dan tidak boleh merebut
bisnis unit bisnis lainnya. Manajemen tingkat atas harus terlibat dalam menjaga
kesamaan tujuan dan keutuhan organisasi.
Namun ada pula kelebihan manajemen Abrams Company,
yaitu :
a) Divisi
produksi berkerja sama dengan para ahli dari pihak OEM untuk
mengembangkan suku cadang baru yang inovatif dan efektif dalam hal
biaya untuk memenuhi kebutuhan dan melayani konsumen.
b) Kemampuan
untuk merangsang suku cadang yang inovatif untuk memenuhi kualitas kinerja dan
spesifikasi berat.
c) Adanya
rencana kompensasi berdasarkan laba perlembar saham. Karyawan akan termotivasi
untuk meningkatkan kinerja perusahaan untuk meningkatkan laba per lembar saham
yang juga akan meningkatkan insentif atau bonus. Jadi terwujudnya kesamaan
tujuan (goal congruence).
d) Divisi-divisi
Abrams memiliki produk berupa suku cadang yang berbeda-beda dan departemen
penjualan masing-masing. Rendahnya interaksi antara divisi mempermudahkan
pembebanan tanggungjawab dan pengukuran kinerja kecuali divisi AM.
Demikian Ulasan kasus Abrams Company.